Tuesday, 28 June 2016

MAKALAH SEJARAH HUKUM DI INDONESIA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA
SEJARAH HUKUM DI INDONESIA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia
Dosen : Afif Khalid shi. Sh, Mh


Disusun oleh :
                                               
Nama               : Itang Ekowansyah
                                                NPM               : 15.81.0111

















FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMAD ARSYAD AL-BANJARI
BANJARBARU
2015


KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat kesempatan, nikmat kesehatan, sehingga  saya bisah menyelesaikan tugas makalah pengantar ilmu hukum  yang diberikan oleh dosen.
Dengan tugas ini, saya pribadi merasa bersyukur karena pandangan saya,  dengan tugas ini bisa memberikan dorongan pada pribadi saya untuk menambah pengetahuan dibidang ilmu hukum sehingga secara tidak langsung wawasan saya tentang hukum-hukum yang berlaku di Indonesia semakin meluas.
Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang terkait atau ikut memberikan kontribusi dengan baik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Selain itu saya juga mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia Bapak Afif Khalid shi. Sh, Mh yang terlah mengarahkan saya dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca serta dapat menambah pengetahuan tentang hukum-hukum di Indonesia dengan baik. Dan tidak lupa saya mengucapkan permohonan maaf apabila dalam pembuatan makalah ini erdapat kesalahan maupun kekurangan dalam hal-hal tertentu. Saya berharap nantinya pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun. Terimakasih.
                                                                       
                                                                                    Banjarbaru,   November 2015
                                                                                    Itang Ekowansyah
                                                                                    15.81.0111






DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Dalam hukum memang sangat sulit ditemukan suatu definisi yang sungguh-sungguh  dapat     memadai kenyataan. Para sarjana hukum memberikan definisi  tentang hukum terdapat perbedaan pandangan, dan menurut seleranya masing- masing  sesuai dengan objek penelitiannya. Hal ini di sebabkan masing-masing sarjana  hukum terpaku pada pandangannya sendiri. Tegasnya, para sarjana itu terikat pada alam sekitar dan kebudayaan yang ada ataupun terikat pada situasi yang mengelilinginya.
Hukum Administrasi Negara merupakan hukum yang selalu berkaitan dengan aktivitas perilaku administrasi negara dan kebutuhan masyarakat serta interaksi diantara keduanya. Di saat sistem administrasi negara yang menjadi pilar pelayanan publik menghadapi masalah yang fundamental maka rekonseptualisasi, reposisi dan revitalisasi kedudukan hukum administrasi negara menjadi satu keharusan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan penerapan good governance.
Berdasarkan perspektif ilmu hukum administrasi, ada dua jenis hukum administrasi, yaitu pertama,hukum administrasi umum (allgemeem deel) , yakni berkenaan dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang hukum administrasi,tidak terikat pada bidang-bidang tertentu , kedua hukum administrasi khusus (bijzonder deel) , yakni hukum-hukum yang terkait dengan bidang-bidang pemerintahan tertentu seperti hukum lingkungan, hukum tata ruang , hukum kesehatan dan sebagainya. Sekilas Tentang Negara Hukum. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang Negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu , meskipun konsep Negara hukum dianggap sebagai konsep universal. Secara embrionik, gagasan Negara hukum telah dikemukakan oleh plato.

1.2  RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas dapat kami rumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Pengertian hukum
2.      Tugas dan tujuan hukum
3.      Sejarah hukum di Indonesia


4.      Pengertian hukum administrasi Negara
5.      Letak kedudukan hukum administrasi Negara dalam tata hukum Indonesia
6.      Hubungan hukum adminisrasi Negara dengan hukum lainnya


BAB II

PENGERTIAN DAN SEJARAH HUKUM DI INDONESIA

 

2.1  PENGERTIAN HUKUM

Dalam hukum memang sangat sulit di temukan suatu definisi yang sunggu-sungguh  dapat     memadai kenyataan. Para sarjana hukum memberikan definisi  tentang hukum terdapat perbedaan pandangan, dan menurut seleranya masing- masing  sesuai dengan objek penelitiannya. Hal ini di sebabkan masing-masing sarjana  hukum terpaku pada pandangannya sendiri. Tegasnya, para sarjana itu terikat pada alam sekitar dan kebudayaan yang ada ataupun terikat pada situasi yang mengelilinginya.
Singkatnya bahwa kesukaran dalam membuat definisi hukum di sebabkan:
1.      Karena luasnya lapangan hukum itu;
2.      Kemungkinan untuk meninjau hukum dari berbagai sudut (filsafat, politik, sosiologi, sejarah dan sebagainya) sehingga hasilnya akan berlainan dan masing- masing definisi hanya memuat salah satu paket dari hukum saja;
3.      Objek (sasaran) dari hukum adalah masyarakat,  padahal masyarakat  senantiasa  berubah dan berkembang , sehingga  definisi dari hukum  juga akan berubah- ubah pula.
Di bawah ini akan di kutip beberapa pendapat para ahli hukum tentang definisi hukum sebagai berikut:
1.      Plato, hukum adalah system peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
2.      Aristoteles , hukum hanya sebagai  kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
3.      Autin , hukum adalah peraturan yang ditiadakan untuk memberi  bimbingan kepada mahluk yang berakal  oleh mahluk yang berakal yang berkuasa  atasnya.
4.      Bellfroid ,hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu di dasarkan atas kekuasan yang ada pada masyarakat.
5.      E.M. Meyers, hukum adalah semua peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditujukan pada tingkah laku manusia dalam masyarakat  dan menjadi pedoman penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.


6.      Duguit, hukum adalah aturan tingka laku para anggota  masyarakat, aturan yang daya penggunaanya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
7.      Immanuel  Kant, hukum adalah keseluruhan syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan  dengan kehendak  bebas dari orang lain memenuhi peraturan  hukum tentang  kemerdekaan.
8.      Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan yang bersifat memaksa yang di adakan  untuk mengatur  dan melindungi  kepentingan orang dalam masyarakat.
9.      Van Apeldoorn, hukum adalah suatu gejalah sosial; tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek dari kebudayaan seperti agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
10.  S.M. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan  yang terdiri atas norma dan sangsi-sangsi.
11.  E. Utrecht,  hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perinta dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluru anggota masyarakat  yang bersangkutan . Ole karena itu , pelanggaran petunjuk  hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau pengusa itu. 
12.  M.H. Tirtaamidjata,  hukum adalah semua aturan  (norma) yang harus di turut dalam tingka laku dan tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melangar peraturan itu yang akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehiklangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya.
13.  J.T.C. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah aturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingka laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang di buat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap  peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukumman.

2.2  TUGAS DAN TUJUAN HUKUM

Tugas hukum ini merupakan konsepsi dwitunggal, yang biasanya  terdapat dalam perumusan kaidah hukum, misalnya  Pasal 338 KUHP, dengan rumusannya ,”Barang siapa dengan sengaja  menghilangkan jiwa orang lain, di hukum karena makar mati,…., adalah memberikan nilai kepastian hukum.
                                  
Menurut  Sudikno  Mertokusumo, bahwa tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.
Demikian juga Soejono mengatakan, bahwa  hukum yang di adakan atau di bentuk  membawa misi tertentu, yaitu keinsafan masyarakat  yang dituangkan  dalam hukum sebagai sarana pengendali dan mengubah agar terciptanya kedamaian dan ketentraman masyarakat.
Adapun Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menjelaskan, bahwa tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang  meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan ekstern pribadi.
Konsepsi kedamaian berarti  tidak ada gangguan ketertiban dan juga tidak ada kekangan terhadap kebebasan ( maksudnya, ada ketentraman atau ketenangan pribadi). Di dalam kehidupan bersama senantiasa menghendaki ketertiban. Sebaliknya manusia secara individu, menginginkan adanya kebebasan yang mengarah kepada ketentraman atau ketenangan pribadi.

2.3  SEJARAH HUKUM DI INDONESIA

Sejarah apabilah dilihat dari kegunaanya, sebagai pegangan dapat di artikan sejarah adalah suatu catatan dari kejadian–kejadian penting masa lalu yang perlu di ketahui, diingat, dan di pahami oleh setiap orang atau suatu bangsa masa kini. Sejarah hukum Indonesia terdiri atas sebelum tanggal 17 agustus 1945 dan sesudah tanggal 17 agustus 1945.
Sebelum tanggal 17 agustus 1945 terdiri atas:
1.      Masa vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) (1602-1799).
Sebelum kedatangan orng belanda pada tahun 1596 di Indonesia hukum yang berlaku  di daerah-daerah Indonesia pasda umumnya adalah hukum yang tidak tertulis yang di sebut hukum adat.Setelah orang –orang belanda berada di Indonesia dengan mendirikan  Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun 1602 dengan tujuan supaya tidaj terjadi persaingan antar para pedagang  yang membeli rempah-rempah dari orang-orang pri bumi, dengan maksut untuk memperoleh keuntungan yang besar di pasaran eropa.
2.      Masa  besluiten regerings (1814-1955)
Menurut pasal  36 Nederlands Grondt tahun 1814 (UUD  Negeri belanda  1814) menyatakan bahwa raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai kekuasan yang tinggi atas daerah –daerah jajahan dan harta milik Negara di bagian- bagian lain.
Untuk memenuhi kekosongan kas negarah belanda sebagai akibat dari penduduk prancis tahun 1810- 1814, Gubernur jenral  du bus de Gesing nes memperlakukan politik agrarian dengan carah mempekerjakan para terpidana pribumi yang di kenal dengan (kerja paksa) berdasarkan pada staatsblad 1828 Nomor 16, yang di bagi atas dua:
a.       Yang di pidana kerja rantai.
b.      Yang di pidana kerja paksa
3.      Masa Regerings Reglement (1855-1926)
Di negeri belanda  terjadi perubahan Grond Wet (UUD) pada tahun 1848  sebagai akibat dari  pertentangan  Staten General (Parlemen ) dan raja yang berakhir  dengan kemenangan parlememen  dalam bidang  pengolaan kehidupan  bernegara.Adanya perubahan Grondwet itu mengakibatkan juga terjadinya  perubahan terhadap pemerintahan  dan perundang-undangan jajahan belanda di Indonesia.
Menurut  ketentuan pasal 59 ayat(I),(II) den (IV) di atas, kekuasaan raja terhadap daerah jajahan  menjadi berkurang. Peraturan  dasar  yang di buat  bersama oleh raja dengan parlemen  untuk mengatur  pemerintahan  daerah jajahan di Indonesia  adalah  Regerngs Reglement. Regerngs Reglement ini berbentuk  undang-undang  yang  diundangkan  melalui  Staatsblad 1855 Nomor 2 yang isinya terdiri atas  130 pasal dan 8 bab dan mengatur  tengtang pemerintahan di india  Belanda  sehingga R.R ini dianggap  sebagai undanng- undang Dasar pemerintahan jajahan  Belanda.
Politik hukum pemerintahan Belandan yang  mengatur  tentang tata hukum  di cantumkan dalam pasal  75 RR  dan asasnya sama sebagaimana termuat  dalam pasal  11 AB, yaitu dalam menyelesaikan  perkara perdata  hakim di perintahkan  untuk menggunakan  hukum perdata eropa  bagi golongan eropa  dan hukum perdata adat bagi ornga bukan eropa.
4.      Masa Indische Staatsregeling (1926-1942)
Pada  tanggal 23 juni 1925  Regerings Reglement  tersebut di ubah menjadi  Indische StaatsrEgeling  (IS) atau peraturan tata negaraan  Indonesia yang  termuat dalam  Staatsblad 1925 Nomor 415 yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1926.
Tujuan pembagian golongan penduduk sebenarnya adalah untuk menentukan system-sistem  hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan yaitu sebagai berikut:
1.      Golongan eropa sebagaimana tercantum dalam pasal 131 IS adalah hukum perdata .Adapun susunan peradilan yang di pergunakan untuk golongan eropa di  jawa dan Madura adalah:
a.       Residentte  Gerecht
b.      Raad van Justitie
c.       Hooggerechtshof
Adapun acara peradilan di luar jawa dan Madura diatur dalam Rechts Reglement  Buitengewesten (RBg) berdasarkan staatblad 1927 Nomor 227  untuk daerah hukumnya masing-masing.
2.      Bagi golongan pri bumi (bumi putra).
a.       Hukum perdata adat dalam bentuk tidak tertulis, tetapi dengan adanya pasal 131 ayat (6)  IS kedudukan berlakunya hukum perdata adat itu tidak mutlak, dan dapat di ganti dengan ordonasi  jika dikehendaki oleh pemerintah india Belanda. Kaidah demikian telah di buktikan  dengan di keluarkanya  berbagai ordonasi yang diberlakukan untuk semua golongan

5.      Masa  Jepang  (Osamu Seirei) (1942-1945)
Pada masa pemerintahan Jepang pelaksanaan tata pemerintahan di Indonesia berpedoman  undang- undang  yang di sebut Gunseirei, melalui Osamu Seirei. Gun Seirei Nomor   14 tahun 1942 mengatur susunan  lembaga peradilan yang terdiri atas:
a.       Tihoo Hooin, berasal dari landraad (pengadilan Negeri).
b.      Keizai Hooin, berasal dari landgerecht (Hakim kepolisian)
c.       Ken Hooin,berasal dari Regentschap Gerecht (pengadilan kabupaten)
d.      Gun Hooin, berasal dari Districts Gerecht (pengadilan kewedanan)
e.       Kokyoo kootoo Hooin, berasal dari Hof voor Islami etische Zaken (Mahkama islam tinggi)
f.       Sooyoo Hooin, yang berasal dari Priesterraad (Rapat Agama)
g.      Gunsei Kensatu Kyoko, terdiri  atas Tihoo Kensatu Kyoko  (kejaksaan pengadilan Negeri)
6.      Masa (18 agustus 1945-26 desember 1949).
Setelah Bangsa Indonesia merdeka  tanggal 17 Agustus 1945, saat ini bangsa Indonesia  telah mengambil sikap  untuk menentukan nasip sendiri, mengatur  dan menyusun negaranya serta  menata tata hukumnya, sehingga pada tanggal 18 Agustus 1945 di tetapkan Undang-Undang Dasar  yang supel dan elatik dengan sebutan Undang-Undang Dasar  1945.
Bentuk tata hukum dan politik hukum  yang akan berlaku masa itu dapat dilihat pada pasal 1 dan 2  aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pasal 1 yang berbunyi:
Segalah peraturan perundang-Undangan  yang ada masi  tetap berlaku selama belum diadakan yang baru  menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal 2, semua lembaga Negara  yang masi ada masi tetap  berfungsi sepanjang  untuk melaksanakan  ketentuan Undang-Undang dasar  dan belum diadakan  yang baru  menurut Undang-Undang Dasar ini.
Menurut ketentuan pasal 1 dan 2  aturan peralihan itu  dapat di ketahui, bahwa semua peraturan dan lembaga yang telah  ada dan berlaku  pada zaman  penjajahan belanda maupun pada masa pemerinta Belahtentara Jepang, tetap berlakukan  dan di fungsikan. Dengan demikian, tata hukum yang belaku pada masa tahun 1945-1949 adalah semua peraturan yang telah ada dan perna berlaku pada masah penjajahan Belanda maupun masa Jepang  berkuasa dan produk- produk peraturan baru yang di hasilkan oleh pemerintah Negarah Repoblik Indonesia  dari tahun 1945-1949.
7.      Masa (27 desember  1945- 16 Agustus 1950).
Setelah berdirinya Negara Repoblik Indonesia Serikat, berdasarkan hasil konfrensi meja bundar  pada tahun 1949, berlaku konstitusi  Repoblik  Indonesia Serikat (RIS), dan tata hukum yang berlaku pada waktu itu adalah tata hukum yang terdiri atas peraturan  yang dinyatakan berlaku pada masa 1945-1949 dan produk peraturan baru yang di hasilkan oleh pemerintah Negara Repoblik Indonesia Serikat  selama kurun waktu 27 desember 1949 sampai dengan 16 Agustus 1950
Hal tersebut telah di tentukan dalam pasal 192 KRIS yang berbunyi:
Peraturan-peraturan, Undang-Undang, dan ketentuan tata usaha yang suda ada pada saat  kontitusi ini mulai berlaku  tetap berlaku tidak beruba sebagai peraturan-peraturan  dan ketentuan-ketentuan RIS sendiri, selama dan sekedar  peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak di cabut, ditambah atau atas kuasa kontitusi ini.
Berdasarkan ketentuan pasal 192  KRIS ini berarti  aturan-aturan hukum yang berlaku dalam Negara Repoblik Indonesia berdasarkan pasal 1 dan 2  aturaran peralihan  Undang-Undang Dasar  1945 tetap berlaku di Negara Repoblik Indonesia Serikat.
8.      Masa (17 Agustus 1950-4 juli 1959).
Pada tanggal 17 Agustus 1950  Bangsa Indonesia kembali  ke Negara kesatuan,  dengan Undang-Undang Dasar  sementara 1950  yang berlaku sampai  tanggal 4 juli 1959. Tata hukum  yang berlaku  pada masa ini adalah  tata hukum yang  terdiri dari  semua peraturan  yang dinyatakan berlaku berdasarkan pasal 142 UUDS 1950,  dan di tambah dengan  peraturan baru yang di bentuk oleh pemerinta Negara  selama kurun waktu dari  17-8- 1950 sampai dengan  4-7-1950.
9.      Masa (5 juli 1959-sekarang)
Setelah keluarnya dekrit presiden tanggal 5 jili 1959, Undang-Undang  dasar  sementara (UUDS) 1950 tidak berlaku lagi, dan kembali berlaku Undang-Undang Dasar 1945 sampai sekarang.  Tata hukum yang  berlaku pada masa ini adalah tata hukum  yang terdiri atas semua peraturan yang berlaku pada masa  tahun 1950-1959 dan dinyatakan masi berlaku berdasarkan ketentuan pasal 1 dan 2  aturan peralihan  UUD 1945  dengan ditambah berbagai peraturan yang di bentuk setelah dekrit Presiden 5 juli 1959 tersebut.
Adapun tata aturan perundang-undanngan yang diatur berdasarkan ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 ada TAP No. IX/MPR/1978, tata urutan peundang-undangan(hierarki perundang-undangan) adalah sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Dasar 1945
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR)
3.      Undang-Undang/ peraturan pemerinta pengganti Undang-Undang (Perpu)
4.      Peraturan Pemerintah (PP)
5.      Peraturan pelaksana lainya seperti:
a.       Peraturan mentri.
b.      Intruksi menteri.
c.       Dan lain-lain
Adapun tata  urutan peraturan perundang-undangan menurut ketetapan MPR No.III tahun 2000, hurarkinya sebagai berikut:
1.      Undang- Undang Dasar 1945.
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.      Undang- Undang.
4.      Peraturan pemerintahpengganti Undang- Undang
5.      Peraturan pemerintah.
6.      Keputusan Presiden.
7.       Peraturan Daerah.


BAB III

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


3.1  PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Mengenai pengertian Hukum Administrasi Negara hingga saat ini masih belum ada kesepakatan atau kesatuan pendapat diantara para sarjana. Oleh karena itu untuk mendapatkan pemahaman yang cukup memadai maka dikemukakan batasan-batasan pengertian Hukum Administrasi Negara.
a.       Van Vollenhoven mengemukakan bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara”.
b.      J.H Logemann mengatakan bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai hubungan-hubungan antara jabatan-jabatan satu dengan yang lainnya serta hubungan hukum antara jabatan-jabatan Negara itu dengan warga masyarakat”.
c.       Menutut Muchsan, “Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai struktur dan kefungsian administrasi Negara”.
d.      Prajudi Atmosudirjo, dalam SF. Marbun (2001:22) berpendapat bahwa “Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai pemerintah beserta aparaturnya yang terpenting yakni administrasi Negara”.
Dari berbagai batasan pengertian Hukum Administrasi Negara tersebut, maka dapat disimpulakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum tentang pengadministrasian Negara yaitu mengenai pemerintahan dan segala peraturan-peraturan di dalamnya serta bagaiman menjalankan fungsi dan tugas pemerintahan tersebut dalam bidang kehidupan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

3.2  LETAK KEDUDUKAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM TATA HUKUM INDONESIA

3.2.1  Kedudukan Hukum Administrasi Negara
Keberadaan Hukum Administrasi Negara dalam suatu Negara sangatlah penting, baik bagi administrasi Negara maupun masyarakat luas.


Dengan adanya Hukum Administrasi Negara, pihak administrasi Negara diharapkan dapat mengetahui batas-batas dan hakekat kekuasaanya, tujuan dan sifat daripada kewajiban-kewajiban, juga bagaiman bentuk-bentuk sanksinya bilamana mereka melakukan pelanggaran hukum.
Sedangkan dibagian yang lain, yakni bagi masyarakat, Hukum Administrasi Negara merupakan perangkat norma-norma yang dapat digunakan untuk melindungi kepentingan serta hak-hak mereka. Seperti diketahui dalam ilmu hukum terdapat dua pembagian hukum, yaitu Hukum Privat (Sipil) dan Hukum Publik. Penggolongan ke dalam hukum privat dan publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur dan bersumber dari kepentingan-kepentingan yang hendak dilindungi. Adakalanya kepentingan itu bersifat perorangan tetapi ada pula yang bersifat umum. Hubungan hukum tersebut memerlukan pembatasan yang jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban dari dan terhadap siapa orang tersebut berhubungan.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya yang didalamnya termasuk Pidana, Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan (HAN). Pada mulanya, Hukum Administrasi Negara menjadi bagian dari Hukum Tata Negara, tetapi karena perkembangan masyarakat dan studi hukum dimana ada tuntutan akan munculnya kaidah-kaidah hukum baru dalam studi Hukum Administrasi Negara maka lama kelamaan HAN menjadi lapangan studi sendiri, terpisah bahkan mencakup masalah-masalah yang jauh lebih luas dari HTN. Kecenderungan seperti ini tampak pula pada bagian-bagian tertentu dari HAN itu sendiri, seperti kecenderungan Hukum Pajak yang cenderung untuk menjadi ilmu yang mandiri, terlepas dari HAN.
Dengan demikian, HAN merupakan bagian dari hukum publik karena berisi peraturan yang berkaitan dengan masalah-masalah umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan nasional, masyarakat dna negara. Kepentingan umum harus lebih didahulukan daripada kepentingan individu, golongan dan kepentingan daerah dengan pengertian bahwa kepentingan perseorangan harus dilindungi secara seimbang, sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan negara dan pemerintahan seperti tertera dengan jelas dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
“…… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Hukum administrasi berisi peraturan-peraturan yang menyangkut “administrasi”. Administrasi sendiri berarti “bestuur” (pemerintah). Dengan demikian, hukum administrasi (administratief recht) dapat juga disebut dengan hukum tata pemerintahan (bestuursrecht). Pemerintah (bestuur) juga dipandang sebagai fungsi pemerintahan (bestuursfunctie) yang merupakan penguasa yang tidak termasuk pembentukan UU dan peradilan.
Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu cabang atau bagian dari hukum yang khusus. Dalam studi Ilmu Administrasi, mata kuliah Hukum Administrasi Negara merupakan bahasan khusus tentang salah satu aspek dari administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi Negara. Sedangkan dikalangan PBB dan kesarjanaan internasional, Hukum Administrasi Negara diklasifikasi baik dalam golongan ilmu-ilmu hukum maupun dalam ilmu-ilmu administrasi.
Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai “hukum antara” (Poly-Juridisch Zakboekje h. B3/4). Sebagai contoh Izin Bangunan. Dalam memberikan izin penguasa memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan. Dalam hal demikian, pemerintah menentukan syarat-syarat keamanan. Disamping itu bagi yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan berdasarkan hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut).
Menurut isinya hukum dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Sedangkan Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum Administrasi Negara..
Hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lain lapangan pekerjaan administrasi negara diatur dalam HTN, Hukum Privat dsbnya. Pengertian HAN tidak identik dengan pengertian “hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara”. Maka dapat dikatakan bahwa HAN adalah suatu sb sistem dari Administrasi negara.
3.2.2  Fungsi-Fungsi Hukum Administrasi Negara
Dalam pengertian umum, menurut Budiono fungsi hukum adalah untuk tercapainya ketertiban umum dan keadilan. Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki. Menurut Sjachran Basah ada lima fungsi hukum dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
·         Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
·         Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa.
·         Stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
·         Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
·         Korektif, baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.
Secara spesifik, fungsi HAN dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
1.      Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara
Penentuan norma HAN dilakukan melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita harus meneliti dan melacak melalui serangkaian peraturan perundang-undangan. Artinya, peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Pada umumnya ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok atau umum, sementara periciannya diserahkan pada peraturan pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal dengan istilah terugtred atau sikap mundur dari pembuat undang-undang. Hal ini terjadi karena tiga sebab, yaitu :
Karena keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi pembuat UU untuk mengatur seluruhnya dalam UU formal;
Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan mengaturnya dalam suatu UU formal;
Di samping itu tiap kali diperlukan pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta pembuat UU yang harus mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan pengeluaran peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah tingkatannya, seperti Keppres, Peraturan Menteri, dan sebagainya.
Seperti disebutkan di atas bahwa setiap tindakan pemerintah dalam negara hukum harus didasarkan pada asas legalitas. Hal ini berarti ketika pemerintah akan melakukan tindakan, terlebih dahulu mencari apakah legalitas tindakan tersebut ditemukan dalam undang-undang. Jika tidak terdapat dalam UU, pemerintah mencari dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Ketika pemerintah tidak menemukan dasar legalitas dari tindakan yang akan diambil, sementara pemerintah harus segera mengambil tindakan, maka pemerintah menggunakan kewenangan bebas yaitu dengan menggunakan freies Ermessen. Meskipun penggunaan freies Ermessen dibenarkan, akan tetapi harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran Basah pelaksanaan freies Ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan batas-bawah. Batas-atas yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi. Sedangkan batas-bawah ialah peraturan yang dibuat atau sikap-tindak administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga. Di samping itu, pelaksanaan freies Ermessen juga harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Berdasarkan keterangan singkat ini dapat dikatakan bahwa fungsi normatif HAN adalah mengatur dan menentukan penyelenggaraan pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum yang melatarbelakanginya, yakni negara hukum Pancasila.
2.      Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara
Pemerintah dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya yang mengaut type welfare state, pemberian kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
3.      Fungsi Jaminan Hukum Administrasi Negara
Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri, dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan perkataan lain, melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hokum. Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musayawarah serta peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat.
Berdasarkan pemaparan fungsi-fungsi HAN ini, dapatlah disebutkan bahwa dengan menerapkan fungsi-fungsi HAN ini akan tercipta pemerintahan yang bersih, sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum. Pemerintah menjalankan aktifitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau berdasarkan asas legalitas, dan ketika menggunakan freies Ermessen, pemerintah memperhatikan asas-asas umum yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum. Ketika pemerintah menciptakan dan menggunakan instrumen yuridis, maka dengan mengikuti ketentuan formal dan material penggunaan instrumen tersebut tidak akan menyebabkan kerugian terhadap masyarakat. Dengan demikian, jaminan perlindungan terhadap warga negarapun akan terjamin dengan baik.

3.3  HUBUNGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DENGAN HUKUM YANG LAINNYA

Pada mulanya antara HTN dan HAN merupakan satu cabang ilmu yang bernama Staats en Administratief recht, kemudian pada tahun 1946 diadakan pemisahan, dan kedua cabang ilmu tersebut berdiri sendiri.
Hubungan antara HTN dengan HAN diantara para sarjana ternyata terdapat perbedaan pandangan yaitu ada sarjana yang menganggap bahwa antara HTN dengan HAN mempunyai perbedaan prinsip, namun ada sarjana lian yang menganggap tidak ada perbedaan prinsip. Kelompok sarjana yang membedakan secara prinsip diantaranya: Oppenmeim, Van Vollenhoven, Logemen dan Van Praag.
Menurut Oppenheim HTN adalah sekumpulan peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara dan aturan yang memberi wewenang kepada alat-alat perlengkapan negara dan membagi-bagikan tugas pekerjaan pemmerintahan modern antara beberapa alat perlengkapan negara di tingkat tinggi dan tingkat rendah. Artinya negara dalam keadaan diam.
HAN adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengikat alat-alat perlengkapan negara yang tinggi dan yang rendah dalam rangka alat perlengkapan negara mengunakan wewenang yang telah ditetapkan oleh HTN. Dengan demikian HAN merupakan aturan-aturan mengenai negara dalam keadaan bergerak. Menurut Logeman HTN adalah mempelajari hubungan kompetensi sedangkan HAN adalah mempelajari hubungan istimewa.
HTN mempelajari tentang:
1.      Jabatan-jabatan yang ada dalam suatu negara.
2.      Siapakah yang mengadakan jabatan
3.      Dengan cara bagimana jabatan itu ditempati oleh pejabat.
4.      Fungsi jabatan-jabatan,
5.      Kekuasaan hukum jabatan-jabatan.
6.      Hubungan antar masing-masing jabatan.
7.      Dalam batas-batas manakah oran negara dapat melaksanakan tugasnya.
Sedangkan HAN merupakan pelajaran tentang hubungan istimewa, yang mempelajari bentuk, sifat, dan akibat hukum yang ditimbulkan karena perbuatan-perbuatan hukum istimewa yang dilakukan pejabat dalam melaksanakan tugasnya.
Kelompok yang tidak membedakan secara prinsip antara lain: Kranenburg, Prins, Vigting, dan Van der Pot.
Menurut Kranenbur hubungan antara HTN dengan HAN seperti hubungan BW (KUH perdata) dengan WvK (Hukum dagang) yakni hubungan umum dan khusus. HTN adalah peraturan-peraturan hukum yang mengandung struktur umum, misalnya UUD, UU organik mengenai desentralisasi, sedangkan HAN merupakan peraturan-peraturan khusus, UU kepegawaian, pajak, perburuhan dsb.
1.      Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara
Baron de Gerando adalah seorang ilmuwan Perancis yang pertama kali mempekenalkan ilmu hukum administrasi Negara sebagai ilmu hukum yang tumbuh langsung berdasarkan keputusan-keputusan alat perlengkapan Negara berdasarkan praktik kenegaraan sehari-hari. Maksudnya, keputusan raja dalam menyelesaikan sengketa antara pejabat dengan rakyat merupakan kaidah Hukum Administrasi Negara.
Mr. W.F. Prins menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan aanhangsel (embel-embel atau tambahan) dari hukum tata negara. Sementara Mr. Dr. Romeyn menyatakan bahwa Hukum Tata Negara menyinggung dasar-dasar dari pada negara dan Hukum Administrasi Negara adalah mengenai pelaksanaan tekniknya. Pendapat Romeyn ini dapat diartikan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah sejenis hukum yang melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara, dan sejalan dengan teori Dwi Praja dari Donner, maka Hukum Tata Negara itu menetapkan tugas (taakstelling) sedangkan Hukum Administrasi Negara itu melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara (taakverwezenlijking).
Menurut Van Vollenhoven, secara teoretis Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan hukum yang membentuk alat perlengkapan Negara dan menentukan kewenangan alat-alat perlengkapan Negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan Negara, baik tinggi maupun rendah ketika alat-alat itu akan menggunakan kewenangan ketatanegaraan. Pada pihak yang satu terdapatlah hukum tata negara sebagai suatu kelompok peraturan hukum yang mengadakan badan-badan kenegaraan, yang memberi wewenang kepada badan-badan itu, yang membagi pekerjaan pemerintah serta memberi bagian-bagian itu kepada masing-masing badan tersebut yang tinggi maupun yang rendah. Hukum Tata Negara menurut Oppenheim yaitu memperhatikan negara dalam keadaan tidak bergerak (staat in rust).
Pada pihak lain terdapat Hukum Administrasi negara sebagai suatu kelompok ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah bila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberi kepadanya oleh hukum tata negara itu. Hukum Administrasi negara itu menurut Oppenheim memperhatikan negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging). Tidak ada pemisahan tegas antara hukum tata Negara dan hukum administrasi. Terhadap hukum tata Negara, hukum administrasi merupakan perpanjangan dari hukum tata Negara. Hukum administrasi melengkapi hukum tata Negara, disamping sebagai hukum instrumental (instrumenteel recht) juga menetapkan perlindungan hukum terhadap keputusan –keputusan penguasa.
2.      Hukum Administrasi Negara dengan Hukum PidanA
Romeyn berpendapat bahwa hukum Pidana dapat dipandang sebagai bahan pembantu atau “hulprecht” bagi hukum tata pemerintahan, karena penetapan sanksi pidana merupakan satu sarana untuk menegakkan hukum tata pemerintahan, dan sebaliknya peraturan-peraturan hukum di dalam perundang-undangan administratif dapat dimasukkan dalam lingkungan hukum Pidana. Sedangkan E. Utrecht mengatakan bahwa Hukum Pidana memberi sanksi istimewa baik atas pelanggaran kaidah hukum privat, maupun atas pelanggaran kaidah hukum publik yang telah ada. Pendapat lain dikemukakan oleh Victor Situmorang bahwa “apabila ada kaidah Hukum Administrasi negara yang diulang kembali menjadi kaidah hukum pidana, atau dengan perkataan lain apabila ada pelanggaran kaidah hukum Administrasi negara, maka sanksinya terdapat dalam hukum pidana”.
3.      Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata
Menurut Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Victor Situmorang bahwa Hukum Administrasi Negara itu merupakan hukum khusus hukum tentang organisasi negara dan hukum perdata sebagai hukum umum. Pandangan ini mempunyai dua asas yaitu pertama, negara dan badan hukum publik lainnya dapat menggunakan peraturan-peraturan dari hukum perdata, seperti peraturan-peraturan dari hukum perjanjian. Kedua, adalah asas Lex Specialis derogaat Lex generalis, artinya bahwa hukum khusus mengesampingkan hukum umum, yaitu bahwa apabila suatu peristiwa hukum diatur baik oleh Hukum Administrasi Negara maupun oleh hukum Perdata, maka peristiwa itu diselesaikan berdasarkan Hukum Administrasi negara sebagai hukum khusus, tidak diselesaikan berdasarkan hukum perdata sebagai hukum umum.
Jadi terjadinya hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata apabila 1) saat atau waktu terjadinya adopsi atau pengangkatan kaidah hukum perdata menjadi kaidah hukum Administrasi Negara, 2) Badan Administrasi negara melakukan perbuatan-perbuatan yang dikuasasi oleh hukum perdata, 3) Suatu kasus dikuasai oleh hukum perdata dan hukum administrasi negara maka kasus itu diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara.
4.      Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Administrasi Negara
Sebagaimana istilah administrasi, administrasi negara juga mempunyai berbagai macam pengertian dan makna. Dimock dan Dimock, menyatakan bahwa sebagai suatu studi, administrasi negara membahas setiap aspek kegiatan pemerintah yang dimaksudkan untuk melaksanakan hukum dan memberikan pengaruh pada kebijakan publik (public policy); sebagai suatu proses, administrasi negara adalah seluruh langkah-langkah yang diambil dalam penyelesaian pekerjaan; dan sebagai suatu bidang kemampuan, administrasi negara mengorganisasikan dan mengarahkan semua aktivitas yang dikerjakan orang-orang dalam lembaga-lembaga publik.
Kegiatan administrasi negara tidak dapat dipisahkan dari kegiatan politik pemerintah, dengan kata lain kegiatan-kegiatan administrasi negara bukanlah hanya melaksanakan keputusan-keputusan politik pemerintah saja, melainkan juga mempersiapkan segala sesuatu guna penentuan kebijaksanaan pemerintah, dan juga menentukan keputusan-keputusan.


BAB IV

PENUTUP

4.1  KESIMPULAN

hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat dimana semua peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditujukan pada tingkah laku manusia dalam masyarakat  dan menjadi pedoman penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana negara dalam “keadaan yang bergerak”. Hukum tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.

4.2  SARAN

Sebagai Negara hukum sudah sepatutnya hukum itu harus dipatuhi dan ditaati agar terciptalah Negara yang sejahtera, agar demikian masyarakat yang ada didalam dapat terlendungi hukum dari hal-hal yang meresahkan dan tidak mengenakan, sebagai Negara hukum Indonesia adalah salah satu Negara yang menjunjung hukum agar ketentraman dinegara Indonesia senantiasa terjaga dan terpelihara agar terciptalah kesejahteraan dan ketentraman dalam bermasyarakat, oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah juga turut turun langsung meninjau apakah seluruh masyarakat sudah mendapatkan hak-nya dilindungi oleh hukum tanpa pandang bulu apa dia masyarakat yang mampu ataukah tidak mampu. Karena hukum itu adalah bagian dari masyarakat juga dan masyarakatlah yang berhak dijamin atas hukum.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan dan kehilafan oleh sebab itu penulis berharap untuk diberi kritikan dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini dan pembuatan makalah selanjutnya


DAFTAR PUSTAKA


·         Sufrin Ridja. 2014. Makalah Penganar Hukum Indonesia. http://remdy.blogspot.co.id/2014/01/makalah-pengantar-hukum-indonesia_4722.html. [22 Januari 2014]





No comments:

Post a Comment