SEJARAH HUKUM DI
INDONESIA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Diajukan sebagai
tugas mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia
Dosen : Afif Khalid
shi. Sh, Mh
Disusun oleh :
Nama : Itang Ekowansyah
NPM : 15.81.0111
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM KALIMANTAN
MUHAMAD
ARSYAD AL-BANJARI
BANJARBARU
2015
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat
kesempatan, nikmat kesehatan, sehingga saya bisah menyelesaikan tugas makalah
pengantar ilmu hukum yang diberikan oleh dosen.
Dengan tugas ini,
saya pribadi merasa bersyukur karena pandangan saya, dengan tugas ini
bisa memberikan dorongan pada pribadi saya untuk menambah pengetahuan dibidang
ilmu hukum sehingga secara tidak langsung wawasan saya tentang hukum-hukum yang
berlaku di Indonesia semakin meluas.
Saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang terkait atau ikut
memberikan kontribusi dengan baik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Selain itu saya juga mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Pengantar
Hukum Indonesia Bapak Afif Khalid shi. Sh, Mh yang terlah mengarahkan saya
dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah
ini bermanfaat bagi seluruh pembaca serta dapat menambah pengetahuan tentang
hukum-hukum di Indonesia dengan baik. Dan tidak lupa saya mengucapkan
permohonan maaf apabila dalam pembuatan makalah ini erdapat kesalahan maupun
kekurangan dalam hal-hal tertentu. Saya berharap nantinya pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun. Terimakasih.
Banjarbaru, November 2015
Itang
Ekowansyah
15.81.0111
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam hukum memang sangat sulit ditemukan suatu definisi yang sungguh-sungguh
dapat memadai kenyataan. Para sarjana hukum memberikan
definisi tentang hukum terdapat perbedaan pandangan, dan menurut seleranya
masing- masing sesuai dengan objek penelitiannya. Hal ini di sebabkan
masing-masing sarjana hukum terpaku pada pandangannya sendiri. Tegasnya,
para sarjana itu terikat pada alam sekitar dan kebudayaan yang ada ataupun
terikat pada situasi yang mengelilinginya.
Hukum Administrasi Negara merupakan hukum yang selalu berkaitan dengan
aktivitas perilaku administrasi negara dan kebutuhan masyarakat serta interaksi
diantara keduanya. Di saat sistem administrasi negara yang menjadi pilar
pelayanan publik menghadapi masalah yang fundamental maka rekonseptualisasi,
reposisi dan revitalisasi kedudukan hukum administrasi negara menjadi satu
keharusan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan penerapan good
governance.
Berdasarkan perspektif ilmu hukum administrasi, ada dua jenis hukum
administrasi, yaitu pertama,hukum administrasi umum (allgemeem deel) , yakni
berkenaan dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua
bidang hukum administrasi,tidak terikat pada bidang-bidang tertentu , kedua
hukum administrasi khusus (bijzonder deel) , yakni hukum-hukum yang terkait
dengan bidang-bidang pemerintahan tertentu seperti hukum lingkungan, hukum tata
ruang , hukum kesehatan dan sebagainya. Sekilas Tentang Negara Hukum. Pemikiran
atau konsepsi manusia tentang Negara hukum juga lahir dan berkembang dalam
situasi kesejarahan. Oleh karena itu , meskipun konsep Negara hukum dianggap
sebagai konsep universal. Secara embrionik, gagasan Negara hukum telah
dikemukakan oleh plato.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat
kami rumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian hukum
2. Tugas dan tujuan hukum
3. Sejarah hukum di Indonesia
4. Pengertian hukum administrasi Negara
5. Letak kedudukan hukum administrasi Negara dalam tata hukum
Indonesia
6. Hubungan hukum adminisrasi Negara dengan hukum lainnya
BAB II
PENGERTIAN DAN SEJARAH HUKUM DI INDONESIA
2.1 PENGERTIAN HUKUM
Dalam hukum memang sangat sulit di temukan suatu definisi yang
sunggu-sungguh dapat memadai kenyataan. Para
sarjana hukum memberikan definisi tentang hukum terdapat perbedaan
pandangan, dan menurut seleranya masing- masing sesuai dengan objek
penelitiannya. Hal ini di sebabkan masing-masing sarjana hukum terpaku
pada pandangannya sendiri. Tegasnya, para sarjana itu terikat pada alam sekitar
dan kebudayaan yang ada ataupun terikat pada situasi yang mengelilinginya.
Singkatnya bahwa kesukaran dalam membuat definisi hukum di sebabkan:
1. Karena luasnya lapangan hukum itu;
2. Kemungkinan untuk meninjau hukum dari berbagai sudut (filsafat,
politik, sosiologi, sejarah dan sebagainya) sehingga hasilnya akan berlainan
dan masing- masing definisi hanya memuat salah satu paket dari hukum saja;
3. Objek (sasaran) dari hukum adalah masyarakat, padahal masyarakat
senantiasa berubah dan berkembang , sehingga definisi dari
hukum juga akan berubah- ubah pula.
Di bawah ini
akan di kutip beberapa pendapat para ahli hukum tentang definisi hukum sebagai
berikut:
1. Plato, hukum adalah system peraturan-peraturan yang teratur dan
tersusun baik yang mengikat masyarakat.
2. Aristoteles , hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang
tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
3. Autin , hukum adalah peraturan yang ditiadakan untuk
memberi bimbingan kepada mahluk yang berakal oleh mahluk yang
berakal yang berkuasa atasnya.
4. Bellfroid ,hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata
tertib masyarakat itu di dasarkan atas kekuasan yang ada pada masyarakat.
5. E.M. Meyers, hukum adalah semua peraturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan ditujukan pada tingkah laku manusia dalam
masyarakat dan menjadi pedoman penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.
6. Duguit, hukum adalah aturan tingka laku para anggota
masyarakat, aturan yang daya penggunaanya pada saat tertentu diindahkan
oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang
yang melanggar peraturan itu.
7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat yang dengan
ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan
kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum
tentang kemerdekaan.
8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan yang bersifat memaksa
yang di adakan untuk mengatur dan melindungi kepentingan
orang dalam masyarakat.
9. Van Apeldoorn, hukum adalah suatu gejalah sosial; tidak ada
masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek dari kebudayaan
seperti agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
10. S.M. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri
atas norma dan sangsi-sangsi.
11. E. Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perinta
dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya
ditaati oleh seluru anggota masyarakat yang bersangkutan . Ole karena itu
, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah atau pengusa itu.
12. M.H. Tirtaamidjata, hukum adalah semua aturan
(norma) yang harus di turut dalam tingka laku dan tindakan dalam pergaulan
hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melangar peraturan itu yang
akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehiklangan
kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya.
13. J.T.C. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah
aturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingka laku manusia dalam
lingkungan masyarakat, yang di buat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran
mana terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan
hukumman.
2.2 TUGAS DAN TUJUAN HUKUM
Tugas hukum ini merupakan konsepsi dwitunggal, yang biasanya
terdapat dalam perumusan kaidah hukum, misalnya Pasal 338 KUHP, dengan
rumusannya ,”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang
lain, di hukum karena makar mati,…., adalah memberikan nilai kepastian
hukum.
Menurut
Sudikno Mertokusumo, bahwa tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan
masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.
Demikian juga Soejono mengatakan, bahwa hukum yang di adakan atau
di bentuk membawa misi tertentu, yaitu keinsafan masyarakat yang dituangkan
dalam hukum sebagai sarana pengendali dan mengubah agar terciptanya kedamaian
dan ketentraman masyarakat.
Adapun Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menjelaskan, bahwa
tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi
ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan ekstern pribadi.
Konsepsi kedamaian berarti tidak ada gangguan ketertiban dan juga
tidak ada kekangan terhadap kebebasan ( maksudnya, ada ketentraman atau
ketenangan pribadi). Di dalam kehidupan bersama senantiasa menghendaki ketertiban.
Sebaliknya manusia secara individu, menginginkan adanya kebebasan yang mengarah
kepada ketentraman atau ketenangan pribadi.
2.3 SEJARAH HUKUM DI INDONESIA
Sejarah
apabilah dilihat dari kegunaanya, sebagai pegangan dapat di artikan sejarah adalah
suatu catatan dari kejadian–kejadian penting masa lalu yang perlu di ketahui,
diingat, dan di pahami oleh setiap orang atau suatu bangsa masa kini. Sejarah
hukum Indonesia terdiri atas sebelum tanggal 17 agustus 1945 dan sesudah
tanggal 17 agustus 1945.
Sebelum
tanggal 17 agustus 1945 terdiri atas:
1. Masa
vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) (1602-1799).
Sebelum
kedatangan orng belanda pada tahun 1596 di Indonesia hukum yang berlaku
di daerah-daerah Indonesia pasda umumnya adalah hukum yang tidak tertulis yang
di sebut hukum adat.Setelah orang –orang belanda berada di Indonesia dengan
mendirikan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun 1602
dengan tujuan supaya tidaj terjadi persaingan antar para pedagang yang
membeli rempah-rempah dari orang-orang pri bumi, dengan maksut untuk memperoleh
keuntungan yang besar di pasaran eropa.
2. Masa
besluiten regerings (1814-1955)
Menurut
pasal 36 Nederlands Grondt tahun 1814 (UUD Negeri belanda
1814) menyatakan bahwa raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai kekuasan
yang tinggi atas daerah –daerah jajahan dan harta milik Negara di bagian-
bagian lain.
Untuk
memenuhi kekosongan kas negarah belanda sebagai akibat dari penduduk prancis
tahun 1810- 1814, Gubernur jenral du bus de Gesing nes memperlakukan
politik agrarian dengan carah mempekerjakan para terpidana pribumi yang di
kenal dengan (kerja paksa) berdasarkan pada staatsblad 1828 Nomor 16, yang di
bagi atas dua:
a.
Yang di pidana kerja rantai.
b.
Yang di pidana kerja paksa
3. Masa
Regerings Reglement (1855-1926)
Di
negeri belanda terjadi perubahan Grond Wet (UUD) pada tahun 1848
sebagai akibat dari pertentangan Staten General (Parlemen ) dan
raja yang berakhir dengan kemenangan parlememen dalam bidang
pengolaan kehidupan bernegara.Adanya perubahan Grondwet itu mengakibatkan
juga terjadinya perubahan terhadap pemerintahan dan
perundang-undangan jajahan belanda di Indonesia.
Menurut
ketentuan pasal 59 ayat(I),(II) den (IV) di atas, kekuasaan raja terhadap
daerah jajahan menjadi berkurang. Peraturan dasar yang di
buat bersama oleh raja dengan parlemen untuk mengatur
pemerintahan daerah jajahan di Indonesia adalah Regerngs
Reglement. Regerngs Reglement ini berbentuk undang-undang
yang diundangkan melalui Staatsblad 1855 Nomor 2 yang isinya
terdiri atas 130 pasal dan 8 bab dan mengatur tengtang pemerintahan
di india Belanda sehingga R.R ini dianggap sebagai undanng-
undang Dasar pemerintahan jajahan Belanda.
Politik
hukum pemerintahan Belandan yang mengatur tentang tata hukum
di cantumkan dalam pasal 75 RR dan asasnya sama sebagaimana
termuat dalam pasal 11 AB, yaitu dalam menyelesaikan perkara
perdata hakim di perintahkan untuk menggunakan hukum perdata
eropa bagi golongan eropa dan hukum perdata adat bagi ornga bukan
eropa.
4. Masa
Indische Staatsregeling (1926-1942)
Pada
tanggal 23 juni 1925 Regerings Reglement tersebut di ubah
menjadi Indische StaatsrEgeling (IS) atau peraturan tata
negaraan Indonesia yang termuat dalam Staatsblad 1925 Nomor
415 yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1926.
Tujuan
pembagian golongan penduduk sebenarnya adalah untuk menentukan
system-sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan yaitu
sebagai berikut:
1.
Golongan eropa sebagaimana tercantum dalam
pasal 131 IS adalah hukum perdata .Adapun susunan peradilan yang di pergunakan
untuk golongan eropa di jawa dan Madura adalah:
a.
Residentte Gerecht
b.
Raad van Justitie
c.
Hooggerechtshof
Adapun
acara peradilan di luar jawa dan Madura diatur dalam Rechts Reglement
Buitengewesten (RBg) berdasarkan staatblad 1927 Nomor 227 untuk daerah
hukumnya masing-masing.
2.
Bagi golongan pri bumi (bumi putra).
a.
Hukum perdata adat dalam bentuk tidak tertulis,
tetapi dengan adanya pasal 131 ayat (6) IS kedudukan berlakunya hukum
perdata adat itu tidak mutlak, dan dapat di ganti dengan ordonasi jika
dikehendaki oleh pemerintah india Belanda. Kaidah demikian telah di
buktikan dengan di keluarkanya berbagai ordonasi yang diberlakukan
untuk semua golongan
5. Masa
Jepang (Osamu Seirei) (1942-1945)
Pada
masa pemerintahan Jepang pelaksanaan tata pemerintahan di Indonesia berpedoman
undang- undang yang di sebut Gunseirei, melalui Osamu Seirei. Gun Seirei
Nomor 14 tahun 1942 mengatur susunan lembaga peradilan yang
terdiri atas:
a.
Tihoo Hooin, berasal dari landraad (pengadilan
Negeri).
b.
Keizai Hooin, berasal dari landgerecht (Hakim
kepolisian)
c.
Ken Hooin,berasal dari Regentschap Gerecht
(pengadilan kabupaten)
d.
Gun Hooin, berasal dari Districts Gerecht
(pengadilan kewedanan)
e.
Kokyoo kootoo Hooin, berasal dari Hof voor
Islami etische Zaken (Mahkama islam tinggi)
f.
Sooyoo Hooin, yang berasal dari Priesterraad
(Rapat Agama)
g.
Gunsei Kensatu Kyoko, terdiri atas Tihoo
Kensatu Kyoko (kejaksaan pengadilan Negeri)
6. Masa (18
agustus 1945-26 desember 1949).
Setelah
Bangsa Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, saat ini bangsa
Indonesia telah mengambil sikap untuk menentukan nasip sendiri,
mengatur dan menyusun negaranya serta menata tata hukumnya,
sehingga pada tanggal 18 Agustus 1945 di tetapkan Undang-Undang Dasar
yang supel dan elatik dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945.
Bentuk
tata hukum dan politik hukum yang akan berlaku masa itu dapat dilihat
pada pasal 1 dan 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pasal
1 yang berbunyi:
Segalah
peraturan perundang-Undangan yang ada masi tetap berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal 2,
semua lembaga Negara yang masi ada masi tetap berfungsi
sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang dasar
dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Menurut
ketentuan pasal 1 dan 2 aturan peralihan itu dapat di ketahui,
bahwa semua peraturan dan lembaga yang telah ada dan berlaku pada
zaman penjajahan belanda maupun pada masa pemerinta Belahtentara Jepang,
tetap berlakukan dan di fungsikan. Dengan demikian, tata hukum yang
belaku pada masa tahun 1945-1949 adalah semua peraturan yang telah ada dan
perna berlaku pada masah penjajahan Belanda maupun masa Jepang berkuasa
dan produk- produk peraturan baru yang di hasilkan oleh pemerintah Negarah
Repoblik Indonesia dari tahun 1945-1949.
7. Masa (27
desember 1945- 16 Agustus 1950).
Setelah
berdirinya Negara Repoblik Indonesia Serikat, berdasarkan hasil konfrensi meja
bundar pada tahun 1949, berlaku konstitusi Repoblik Indonesia
Serikat (RIS), dan tata hukum yang berlaku pada waktu itu adalah tata hukum
yang terdiri atas peraturan yang dinyatakan berlaku pada masa 1945-1949
dan produk peraturan baru yang di hasilkan oleh pemerintah Negara Repoblik
Indonesia Serikat selama kurun waktu 27 desember 1949 sampai dengan 16
Agustus 1950
Hal
tersebut telah di tentukan dalam pasal 192 KRIS yang berbunyi:
Peraturan-peraturan,
Undang-Undang, dan ketentuan tata usaha yang suda ada pada saat kontitusi
ini mulai berlaku tetap berlaku tidak beruba sebagai
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan RIS sendiri, selama dan
sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak di cabut,
ditambah atau atas kuasa kontitusi ini.
Berdasarkan
ketentuan pasal 192 KRIS ini berarti aturan-aturan hukum yang
berlaku dalam Negara Repoblik Indonesia berdasarkan pasal 1 dan 2
aturaran peralihan Undang-Undang Dasar 1945 tetap berlaku di Negara
Repoblik Indonesia Serikat.
8. Masa (17
Agustus 1950-4 juli 1959).
Pada
tanggal 17 Agustus 1950 Bangsa Indonesia kembali ke Negara
kesatuan, dengan Undang-Undang Dasar sementara 1950 yang
berlaku sampai tanggal 4 juli 1959. Tata hukum yang berlaku
pada masa ini adalah tata hukum yang terdiri dari semua
peraturan yang dinyatakan berlaku berdasarkan pasal 142 UUDS 1950,
dan di tambah dengan peraturan baru yang di bentuk oleh pemerinta
Negara selama kurun waktu dari 17-8- 1950 sampai dengan
4-7-1950.
9. Masa (5
juli 1959-sekarang)
Setelah
keluarnya dekrit presiden tanggal 5 jili 1959, Undang-Undang dasar
sementara (UUDS) 1950 tidak berlaku lagi, dan kembali berlaku Undang-Undang
Dasar 1945 sampai sekarang. Tata hukum yang berlaku pada masa ini
adalah tata hukum yang terdiri atas semua peraturan yang berlaku pada
masa tahun 1950-1959 dan dinyatakan masi berlaku berdasarkan ketentuan
pasal 1 dan 2 aturan peralihan UUD 1945 dengan ditambah
berbagai peraturan yang di bentuk setelah dekrit Presiden 5 juli 1959 tersebut.
Adapun
tata aturan perundang-undanngan yang diatur berdasarkan ketetapan MPRS Nomor
XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 ada TAP No. IX/MPR/1978, tata
urutan peundang-undangan(hierarki perundang-undangan) adalah sebagai berikut:
1.
Undang-Undang Dasar 1945
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Perwakilan
(MPR)
3.
Undang-Undang/ peraturan pemerinta pengganti
Undang-Undang (Perpu)
4.
Peraturan Pemerintah (PP)
5.
Peraturan pelaksana lainya seperti:
a.
Peraturan mentri.
b.
Intruksi menteri.
c.
Dan lain-lain
Adapun
tata urutan peraturan perundang-undangan menurut ketetapan MPR No.III
tahun 2000, hurarkinya sebagai berikut:
1.
Undang- Undang Dasar 1945.
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.
Undang- Undang.
4.
Peraturan pemerintahpengganti Undang- Undang
5.
Peraturan pemerintah.
6.
Keputusan Presiden.
7.
Peraturan
Daerah.
BAB III
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
3.1 PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Mengenai pengertian Hukum Administrasi Negara hingga saat ini masih
belum ada kesepakatan atau kesatuan pendapat diantara para sarjana. Oleh karena
itu untuk mendapatkan pemahaman yang cukup memadai maka dikemukakan
batasan-batasan pengertian Hukum Administrasi Negara.
a.
Van Vollenhoven
mengemukakan bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan
ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah
apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya
oleh Hukum Tata Negara”.
b.
J.H Logemann mengatakan
bahwa, “Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai hubungan-hubungan
antara jabatan-jabatan satu dengan yang lainnya serta hubungan hukum antara
jabatan-jabatan Negara itu dengan warga masyarakat”.
c.
Menutut Muchsan, “Hukum
Administrasi Negara adalah hukum mengenai struktur dan kefungsian administrasi
Negara”.
d.
Prajudi Atmosudirjo, dalam
SF. Marbun (2001:22) berpendapat bahwa “Hukum Administrasi Negara adalah hukum
mengenai pemerintah beserta aparaturnya yang terpenting yakni administrasi
Negara”.
Dari berbagai batasan pengertian Hukum Administrasi Negara tersebut,
maka dapat disimpulakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum tentang
pengadministrasian Negara yaitu mengenai pemerintahan dan segala
peraturan-peraturan di dalamnya serta bagaiman menjalankan fungsi dan tugas
pemerintahan tersebut dalam bidang kehidupan masyarakat dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan umum.
3.2 LETAK KEDUDUKAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM TATA HUKUM INDONESIA
3.2.1 Kedudukan Hukum Administrasi Negara
Keberadaan Hukum Administrasi
Negara dalam suatu Negara sangatlah penting, baik bagi administrasi Negara
maupun masyarakat luas.
Dengan adanya Hukum Administrasi
Negara, pihak administrasi Negara diharapkan dapat mengetahui batas-batas dan
hakekat kekuasaanya, tujuan dan sifat daripada kewajiban-kewajiban, juga
bagaiman bentuk-bentuk sanksinya bilamana mereka melakukan pelanggaran hukum.
Sedangkan dibagian yang lain, yakni
bagi masyarakat, Hukum Administrasi Negara merupakan perangkat norma-norma yang
dapat digunakan untuk melindungi kepentingan serta hak-hak mereka. Seperti
diketahui dalam ilmu hukum terdapat dua pembagian hukum, yaitu Hukum Privat
(Sipil) dan Hukum Publik. Penggolongan ke dalam hukum privat dan publik itu
tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur dan bersumber dari
kepentingan-kepentingan yang hendak dilindungi. Adakalanya kepentingan itu
bersifat perorangan tetapi ada pula yang bersifat umum. Hubungan hukum tersebut
memerlukan pembatasan yang jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan
kewajiban dari dan terhadap siapa orang tersebut berhubungan.
Hukum publik adalah hukum yang
mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya yang didalamnya termasuk
Pidana, Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan (HAN). Pada mulanya,
Hukum Administrasi Negara menjadi bagian dari Hukum Tata Negara, tetapi karena
perkembangan masyarakat dan studi hukum dimana ada tuntutan akan munculnya
kaidah-kaidah hukum baru dalam studi Hukum Administrasi Negara maka lama
kelamaan HAN menjadi lapangan studi sendiri, terpisah bahkan mencakup
masalah-masalah yang jauh lebih luas dari HTN. Kecenderungan seperti ini tampak
pula pada bagian-bagian tertentu dari HAN itu sendiri, seperti kecenderungan
Hukum Pajak yang cenderung untuk menjadi ilmu yang mandiri, terlepas dari HAN.
Dengan demikian, HAN merupakan
bagian dari hukum publik karena berisi peraturan yang berkaitan dengan
masalah-masalah umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan
nasional, masyarakat dna negara. Kepentingan umum harus lebih didahulukan
daripada kepentingan individu, golongan dan kepentingan daerah dengan
pengertian bahwa kepentingan perseorangan harus dilindungi secara seimbang,
sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan negara dan pemerintahan seperti
tertera dengan jelas dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
“…… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
“…… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Hukum administrasi berisi
peraturan-peraturan yang menyangkut “administrasi”. Administrasi sendiri
berarti “bestuur” (pemerintah). Dengan demikian, hukum administrasi
(administratief recht) dapat juga disebut dengan hukum tata pemerintahan
(bestuursrecht). Pemerintah (bestuur) juga dipandang sebagai fungsi pemerintahan
(bestuursfunctie) yang merupakan penguasa yang tidak termasuk pembentukan UU
dan peradilan.
Hukum Administrasi Negara merupakan
salah satu cabang atau bagian dari hukum yang khusus. Dalam studi Ilmu
Administrasi, mata kuliah Hukum Administrasi Negara merupakan bahasan khusus
tentang salah satu aspek dari administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum
dari administrasi Negara. Sedangkan dikalangan PBB dan kesarjanaan
internasional, Hukum Administrasi Negara diklasifikasi baik dalam golongan
ilmu-ilmu hukum maupun dalam ilmu-ilmu administrasi.
Hukum administrasi materiil
terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum administrasi dapat
dikatakan sebagai “hukum antara” (Poly-Juridisch Zakboekje h. B3/4). Sebagai
contoh Izin Bangunan. Dalam memberikan izin penguasa memperhatikan segi-segi
keamanan dari bangunan yang direncanakan. Dalam hal demikian, pemerintah
menentukan syarat-syarat keamanan. Disamping itu bagi yang tidak mematuhi
ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi pidana. W.F.
Prins mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan berdasarkan hukum
administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in
cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut).
Menurut isinya hukum dapat dibagi
dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum
yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain,
dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Sedangkan Hukum Publik
(Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan
alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga
negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum
Administrasi Negara..
Hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lain lapangan pekerjaan administrasi negara diatur dalam HTN, Hukum Privat dsbnya. Pengertian HAN tidak identik dengan pengertian “hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara”. Maka dapat dikatakan bahwa HAN adalah suatu sb sistem dari Administrasi negara.
Hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lain lapangan pekerjaan administrasi negara diatur dalam HTN, Hukum Privat dsbnya. Pengertian HAN tidak identik dengan pengertian “hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara”. Maka dapat dikatakan bahwa HAN adalah suatu sb sistem dari Administrasi negara.
3.2.2 Fungsi-Fungsi Hukum Administrasi Negara
Dalam pengertian umum, menurut
Budiono fungsi hukum adalah untuk tercapainya ketertiban umum dan keadilan.
Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan
manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu
keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang
diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki. Menurut
Sjachran Basah ada lima fungsi hukum dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat,
yaitu sebagai berikut :
·
Direktif, sebagai pengarah
dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan
tujuan kehidupan bernegara.
·
Integratif, sebagai pembina
kesatuan bangsa.
·
Stabilitatif, sebagai
pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjaga
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
·
Perfektif, sebagai
penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun sikap tindak
warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
·
Korektif, baik terhadap
warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.
Secara spesifik, fungsi HAN dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni
fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini
saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan
kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang
menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan
memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang
digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
1. Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara
Penentuan norma HAN dilakukan
melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita harus meneliti dan
melacak melalui serangkaian peraturan perundang-undangan. Artinya, peraturan
hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang,
tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang
satu dengan yang lain saling berkaitan. Pada umumnya ketentuan undang-undang
yang berkaitan dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok atau umum, sementara
periciannya diserahkan pada peraturan pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal
dengan istilah terugtred atau sikap mundur dari pembuat undang-undang. Hal ini
terjadi karena tiga sebab, yaitu :
Karena keseluruhan hukum TUN itu
demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi pembuat UU untuk mengatur seluruhnya
dalam UU formal;
Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan mengaturnya dalam suatu UU formal;
Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan mengaturnya dalam suatu UU formal;
Di samping itu tiap kali diperlukan
pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian
dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta
pembuat UU yang harus mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan
pengeluaran peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah
tingkatannya, seperti Keppres, Peraturan Menteri, dan sebagainya.
Seperti disebutkan di atas bahwa
setiap tindakan pemerintah dalam negara hukum harus didasarkan pada asas
legalitas. Hal ini berarti ketika pemerintah akan melakukan tindakan, terlebih
dahulu mencari apakah legalitas tindakan tersebut ditemukan dalam
undang-undang. Jika tidak terdapat dalam UU, pemerintah mencari dalam berbagai
peraturan perundang-undangan terkait. Ketika pemerintah tidak menemukan dasar
legalitas dari tindakan yang akan diambil, sementara pemerintah harus segera
mengambil tindakan, maka pemerintah menggunakan kewenangan bebas yaitu dengan
menggunakan freies Ermessen. Meskipun penggunaan freies Ermessen dibenarkan,
akan tetapi harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran Basah
pelaksanaan freies Ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan
batas-bawah. Batas-atas yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi.
Sedangkan batas-bawah ialah peraturan yang dibuat atau sikap-tindak
administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan
kewajiban asasi warga. Di samping itu, pelaksanaan freies Ermessen juga harus
memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Berdasarkan keterangan
singkat ini dapat dikatakan bahwa fungsi normatif HAN adalah mengatur dan
menentukan penyelenggaraan pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum
yang melatarbelakanginya, yakni negara hukum Pancasila.
2. Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara
Pemerintah dalam melakukan berbagai
kegiatannya menggunakan instrumen yuridis seperti peraturan, keputusan,
peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa
dalam negara sekarang ini khususnya yang mengaut type welfare state, pemberian
kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk
memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen
yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
3. Fungsi Jaminan Hukum Administrasi Negara
Menurut Sjachran Basah, perlindungan
terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu
menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi
negara itu sendiri, dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar
menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan perkataan
lain, melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah
menurut hokum. Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat
diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara
pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat
secara musayawarah serta peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha
menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat.
Berdasarkan pemaparan fungsi-fungsi HAN
ini, dapatlah disebutkan bahwa dengan menerapkan fungsi-fungsi HAN ini akan
tercipta pemerintahan yang bersih, sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum.
Pemerintah menjalankan aktifitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau
berdasarkan asas legalitas, dan ketika menggunakan freies Ermessen, pemerintah
memperhatikan asas-asas umum yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan
secara moral dan hukum. Ketika pemerintah menciptakan dan menggunakan instrumen
yuridis, maka dengan mengikuti ketentuan formal dan material penggunaan
instrumen tersebut tidak akan menyebabkan kerugian terhadap masyarakat. Dengan
demikian, jaminan perlindungan terhadap warga negarapun akan terjamin dengan
baik.
3.3 HUBUNGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DENGAN HUKUM YANG LAINNYA
Pada mulanya antara HTN dan HAN merupakan satu cabang ilmu yang bernama
Staats en Administratief recht, kemudian pada tahun 1946 diadakan pemisahan,
dan kedua cabang ilmu tersebut berdiri sendiri.
Hubungan
antara HTN dengan HAN diantara para sarjana ternyata terdapat perbedaan
pandangan yaitu ada sarjana yang menganggap bahwa antara HTN dengan HAN
mempunyai perbedaan prinsip, namun ada sarjana lian yang menganggap tidak ada
perbedaan prinsip. Kelompok sarjana yang membedakan secara prinsip diantaranya:
Oppenmeim, Van Vollenhoven, Logemen dan Van Praag.
Menurut Oppenheim HTN adalah sekumpulan peraturan hukum yang membentuk
alat-alat perlengkapan negara dan aturan yang memberi wewenang kepada alat-alat
perlengkapan negara dan membagi-bagikan tugas pekerjaan pemmerintahan modern
antara beberapa alat perlengkapan negara di tingkat tinggi dan tingkat rendah.
Artinya negara dalam keadaan diam.
HAN adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengikat alat-alat
perlengkapan negara yang tinggi dan yang rendah dalam rangka alat perlengkapan
negara mengunakan wewenang yang telah ditetapkan oleh HTN. Dengan demikian HAN
merupakan aturan-aturan mengenai negara dalam keadaan bergerak. Menurut Logeman
HTN adalah mempelajari hubungan kompetensi sedangkan HAN adalah mempelajari
hubungan istimewa.
HTN
mempelajari tentang:
1.
Jabatan-jabatan yang ada
dalam suatu negara.
2.
Siapakah yang mengadakan
jabatan
3.
Dengan cara bagimana jabatan
itu ditempati oleh pejabat.
4.
Fungsi jabatan-jabatan,
5.
Kekuasaan hukum
jabatan-jabatan.
6.
Hubungan antar masing-masing
jabatan.
7.
Dalam batas-batas manakah
oran negara dapat melaksanakan tugasnya.
Sedangkan HAN merupakan pelajaran tentang hubungan istimewa, yang
mempelajari bentuk, sifat, dan akibat hukum yang ditimbulkan karena
perbuatan-perbuatan hukum istimewa yang dilakukan pejabat dalam melaksanakan
tugasnya.
Kelompok yang
tidak membedakan secara prinsip antara lain: Kranenburg, Prins, Vigting, dan
Van der Pot.
Menurut Kranenbur hubungan antara HTN dengan HAN seperti hubungan BW
(KUH perdata) dengan WvK (Hukum dagang) yakni hubungan umum dan khusus. HTN
adalah peraturan-peraturan hukum yang mengandung struktur umum, misalnya UUD,
UU organik mengenai desentralisasi, sedangkan HAN merupakan peraturan-peraturan
khusus, UU kepegawaian, pajak, perburuhan dsb.
1.
Hukum Administrasi Negara
dengan Hukum Tata Negara
Baron
de Gerando adalah seorang ilmuwan Perancis yang pertama kali mempekenalkan ilmu
hukum administrasi Negara sebagai ilmu hukum yang tumbuh langsung berdasarkan
keputusan-keputusan alat perlengkapan Negara berdasarkan praktik kenegaraan
sehari-hari. Maksudnya, keputusan raja dalam menyelesaikan sengketa antara
pejabat dengan rakyat merupakan kaidah Hukum Administrasi Negara.
Mr.
W.F. Prins menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan aanhangsel (embel-embel
atau tambahan) dari hukum tata negara. Sementara Mr. Dr. Romeyn menyatakan
bahwa Hukum Tata Negara menyinggung dasar-dasar dari pada negara dan Hukum
Administrasi Negara adalah mengenai pelaksanaan tekniknya. Pendapat Romeyn ini
dapat diartikan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah sejenis hukum yang
melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara, dan sejalan
dengan teori Dwi Praja dari Donner, maka Hukum Tata Negara itu menetapkan tugas
(taakstelling) sedangkan Hukum Administrasi Negara itu melaksanakan apa yang
telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara (taakverwezenlijking).
Menurut
Van Vollenhoven, secara teoretis Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan
hukum yang membentuk alat perlengkapan Negara dan menentukan kewenangan
alat-alat perlengkapan Negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi Negara
adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan Negara, baik
tinggi maupun rendah ketika alat-alat itu akan menggunakan kewenangan
ketatanegaraan. Pada pihak yang satu terdapatlah hukum tata negara sebagai
suatu kelompok peraturan hukum yang mengadakan badan-badan kenegaraan, yang
memberi wewenang kepada badan-badan itu, yang membagi pekerjaan pemerintah
serta memberi bagian-bagian itu kepada masing-masing badan tersebut yang tinggi
maupun yang rendah. Hukum Tata Negara menurut Oppenheim yaitu memperhatikan
negara dalam keadaan tidak bergerak (staat in rust).
Pada pihak lain terdapat Hukum Administrasi negara sebagai suatu kelompok ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah bila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberi kepadanya oleh hukum tata negara itu. Hukum Administrasi negara itu menurut Oppenheim memperhatikan negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging). Tidak ada pemisahan tegas antara hukum tata Negara dan hukum administrasi. Terhadap hukum tata Negara, hukum administrasi merupakan perpanjangan dari hukum tata Negara. Hukum administrasi melengkapi hukum tata Negara, disamping sebagai hukum instrumental (instrumenteel recht) juga menetapkan perlindungan hukum terhadap keputusan –keputusan penguasa.
Pada pihak lain terdapat Hukum Administrasi negara sebagai suatu kelompok ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah bila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberi kepadanya oleh hukum tata negara itu. Hukum Administrasi negara itu menurut Oppenheim memperhatikan negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging). Tidak ada pemisahan tegas antara hukum tata Negara dan hukum administrasi. Terhadap hukum tata Negara, hukum administrasi merupakan perpanjangan dari hukum tata Negara. Hukum administrasi melengkapi hukum tata Negara, disamping sebagai hukum instrumental (instrumenteel recht) juga menetapkan perlindungan hukum terhadap keputusan –keputusan penguasa.
2.
Hukum Administrasi Negara
dengan Hukum PidanA
Romeyn
berpendapat bahwa hukum Pidana dapat dipandang sebagai bahan pembantu atau
“hulprecht” bagi hukum tata pemerintahan, karena penetapan sanksi pidana
merupakan satu sarana untuk menegakkan hukum tata pemerintahan, dan sebaliknya
peraturan-peraturan hukum di dalam perundang-undangan administratif dapat
dimasukkan dalam lingkungan hukum Pidana. Sedangkan E. Utrecht mengatakan bahwa
Hukum Pidana memberi sanksi istimewa baik atas pelanggaran kaidah hukum privat,
maupun atas pelanggaran kaidah hukum publik yang telah ada. Pendapat lain
dikemukakan oleh Victor Situmorang bahwa “apabila ada kaidah Hukum Administrasi
negara yang diulang kembali menjadi kaidah hukum pidana, atau dengan perkataan
lain apabila ada pelanggaran kaidah hukum Administrasi negara, maka sanksinya
terdapat dalam hukum pidana”.
3.
Hukum Administrasi Negara
dengan Hukum Perdata
Menurut
Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Victor Situmorang bahwa Hukum
Administrasi Negara itu merupakan hukum khusus hukum tentang organisasi negara
dan hukum perdata sebagai hukum umum. Pandangan ini mempunyai dua asas yaitu
pertama, negara dan badan hukum publik lainnya dapat menggunakan
peraturan-peraturan dari hukum perdata, seperti peraturan-peraturan dari hukum
perjanjian. Kedua, adalah asas Lex Specialis derogaat Lex generalis, artinya
bahwa hukum khusus mengesampingkan hukum umum, yaitu bahwa apabila suatu
peristiwa hukum diatur baik oleh Hukum Administrasi Negara maupun oleh hukum
Perdata, maka peristiwa itu diselesaikan berdasarkan Hukum Administrasi negara
sebagai hukum khusus, tidak diselesaikan berdasarkan hukum perdata sebagai
hukum umum.
Jadi terjadinya hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata apabila 1) saat atau waktu terjadinya adopsi atau pengangkatan kaidah hukum perdata menjadi kaidah hukum Administrasi Negara, 2) Badan Administrasi negara melakukan perbuatan-perbuatan yang dikuasasi oleh hukum perdata, 3) Suatu kasus dikuasai oleh hukum perdata dan hukum administrasi negara maka kasus itu diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara.
Jadi terjadinya hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata apabila 1) saat atau waktu terjadinya adopsi atau pengangkatan kaidah hukum perdata menjadi kaidah hukum Administrasi Negara, 2) Badan Administrasi negara melakukan perbuatan-perbuatan yang dikuasasi oleh hukum perdata, 3) Suatu kasus dikuasai oleh hukum perdata dan hukum administrasi negara maka kasus itu diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara.
4.
Hukum Administrasi Negara
dengan Ilmu Administrasi Negara
Sebagaimana
istilah administrasi, administrasi negara juga mempunyai berbagai macam
pengertian dan makna. Dimock dan Dimock, menyatakan bahwa sebagai suatu studi,
administrasi negara membahas setiap aspek kegiatan pemerintah yang dimaksudkan
untuk melaksanakan hukum dan memberikan pengaruh pada kebijakan publik (public
policy); sebagai suatu proses, administrasi negara adalah seluruh
langkah-langkah yang diambil dalam penyelesaian pekerjaan; dan sebagai suatu
bidang kemampuan, administrasi negara mengorganisasikan dan mengarahkan semua
aktivitas yang dikerjakan orang-orang dalam lembaga-lembaga publik.
Kegiatan
administrasi negara tidak dapat dipisahkan dari kegiatan politik pemerintah,
dengan kata lain kegiatan-kegiatan administrasi negara bukanlah hanya
melaksanakan keputusan-keputusan politik pemerintah saja, melainkan juga
mempersiapkan segala sesuatu guna penentuan kebijaksanaan pemerintah, dan juga
menentukan keputusan-keputusan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik
yang mengikat masyarakat dimana semua peraturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan ditujukan pada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan
menjadi pedoman penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur
kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan
pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara memiliki
kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan
pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu
kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal
pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana negara
dalam “keadaan yang bergerak”. Hukum tata usaha negara juga sering disebut HTN
dalam arti sempit.
4.2 SARAN
Sebagai Negara hukum sudah sepatutnya hukum itu harus dipatuhi dan
ditaati agar terciptalah Negara yang sejahtera, agar demikian masyarakat yang
ada didalam dapat terlendungi hukum dari hal-hal yang meresahkan dan tidak
mengenakan, sebagai Negara hukum Indonesia adalah salah satu Negara yang
menjunjung hukum agar ketentraman dinegara Indonesia senantiasa terjaga dan
terpelihara agar terciptalah kesejahteraan dan ketentraman dalam bermasyarakat,
oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah juga turut turun langsung meninjau
apakah seluruh masyarakat sudah mendapatkan hak-nya dilindungi oleh hukum tanpa
pandang bulu apa dia masyarakat yang mampu ataukah tidak mampu. Karena hukum
itu adalah bagian dari masyarakat juga dan masyarakatlah yang berhak dijamin
atas hukum.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis tidak menutup kemungkinan adanya
kesalahan dan kehilafan oleh sebab itu penulis berharap untuk diberi kritikan
dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini dan pembuatan makalah
selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
·
Pahlawan Rijal. 2014. Makalah Hukum Adminisrasi Negara “Hukum
adminisrasi negara dan perkembangannya”.
https://zalz10pahlawan.wordpress.com/2014/03/05/makalah-hukum-administrasi-negara/. [5 Maret 2014]
·
Sufrin Ridja. 2014. Makalah
Penganar Hukum Indonesia. http://remdy.blogspot.co.id/2014/01/makalah-pengantar-hukum-indonesia_4722.html.
[22 Januari 2014]
No comments:
Post a Comment